
Tanggal Publikasi: 30 Juli 2025 | Kategori: Opini, Kesehatan, Papua
Konflik Peran antara Sektor Sipil dan Militer
Keterlibatan TNI dalam pembangunan rumah sakit di Papua telah menuai pro dan kontra. Di satu sisi, ada anggapan bahwa kehadiran TNI membantu percepatan pembangunan. Namun di sisi lain, peran ini justru mengaburkan batas antara fungsi militer dan sektor sipil.
Menurut banyak ahli kebijakan publik, pembangunan fasilitas kesehatan seharusnya menjadi tanggung jawab kementerian teknis seperti Kementerian Kesehatan dan instansi sipil terkait.
Fungsi Dasar TNI Bukan untuk Pembangunan Sipil
Tugas pokok TNI adalah menjaga kedaulatan dan pertahanan negara. Ketika TNI dilibatkan dalam pembangunan sipil seperti rumah sakit, maka terjadi tumpang tindih fungsi yang berpotensi mengganggu profesionalisme institusi militer.
Selain itu, pelibatan TNI dalam proyek non-militer dapat mengaburkan prinsip kontrol sipil terhadap militer dalam sistem demokrasi.
Kekhawatiran terhadap Militerisasi Layanan Publik
Banyak aktivis HAM dan organisasi masyarakat sipil menilai bahwa kehadiran militer dalam pembangunan rumah sakit bisa mengarah pada militerisasi layanan publik. Ini berbahaya, karena fasilitas kesehatan seharusnya menjadi ruang netral dan ramah bagi semua kalangan.
Terlebih, di Papua yang masih menghadapi ketegangan politik, kehadiran aparat bersenjata dalam pembangunan sipil bisa menimbulkan trauma dan ketidakpercayaan dari masyarakat lokal.
Peran Sipil Harus Diperkuat, Bukan Digantikan
Alih-alih melibatkan TNI, pemerintah semestinya memperkuat kapasitas lembaga sipil untuk membangun rumah sakit. Ini termasuk meningkatkan sumber daya tenaga kesehatan, mempercepat anggaran infrastruktur, dan memberdayakan tenaga lokal.
Dengan demikian, pembangunan rumah sakit tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga memperkuat institusi sipil dan memperluas partisipasi masyarakat Papua sendiri.
Solusi Alternatif: Kolaborasi, Bukan Dominasi
Jika kehadiran TNI memang dibutuhkan karena alasan logistik atau keamanan, maka sebaiknya peran tersebut dibatasi pada aspek pendukung. Misalnya pengawalan distribusi logistik atau pembukaan akses jalan di daerah rawan.
Namun, urusan pembangunan rumah sakit dan pelayanannya harus tetap dikendalikan penuh oleh lembaga sipil dan profesional kesehatan.
Baca Juga : TNI Dorong Peningkatan Kualitas Hidup di Papua Lewat Pendekatan Humanis
Kesimpulan: Demokrasi Butuh Batasan Peran Militer
Pembangunan rumah sakit di Papua adalah kebutuhan mendesak. Namun, solusi jangka panjang tidak terletak pada militerisasi layanan publik, melainkan pada penguatan institusi sipil dan kepercayaan masyarakat.
Keterlibatan TNI dalam fungsi sipil harus dibatasi secara proporsional dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Papua tidak butuh dominasi militer, melainkan kehadiran negara yang humanis dan adil.